Masih terngiang nasyid pertama yang dulu
pernah saya dengar berjudul
"ridholah aku dari arqom :)".
dulu saya termasuk yang menganggap bahwa
selain nasyid tak bermusik dan murottal,
bentuk hiburan yang lain yang
yang memakai alat musik, di larang. akan
tetapi realitas bahwa alat
musik di bawa di nasyid, disini ulama
berselisih pendapat.(lihat Hukum
musik dan Lagu di
http://www.eramoslem.com/ks/um/38/7315,2,v.html).
Sekarang saya memahami bahwa karya seni
seperti nasyid, rupa-rupanya
yang dinilai bukan hanya karyanya tapi
termasuk senimannya
(pencipta)sehingga keduanya tidak bisa
terpisahkan. Menurut A'a Gym
seseorang disebut munsyid jika dia
bernyanyi senantiasa menyanyikan
syair-syair islami. Jika dikesempatan lain
dia menyanyikan lagu yang
nggak islami, maka dia tidak disebut
munsyid. Jadi ketika mendengar
nasyid maka unsur utama yang di resapi
adalah ruh, syair yang
merupakan jiwa dari nasyid menampakkan
ruhiyah sang pembuat.
Kadang kalau kita amati beberapa karya seni
berupa nasyid ini di
bandingkan dengan karya seni suara lainnya
yaitu seni musik selain
nasyid, ternyata ada kalanya kalah jauh
dari sisi materi dan
teknologi. Sisi materi yang dimaksud adalah
pendengaran (telinga),
tetapi kalau di dengar dari sisi ruhiyah,
subhanAlloh.. tidak ada yang
seindah nasyid. Dengan nasyid ternyata
kekuatan materi bukan
segala-galanya.
Bagaimana kita memperlakukan nasyid? Nasyid
merupakan identitas.
Identitas bagi seorang muslim. Apakah hanya
seorang muslim? Tidak,
hanya bagi muslim yang mngeaku dirinya
kaffah, menyeluruh dalam
memandang islam. Memandang islami dari
seluruh aspek, aspek ideologi,
aspek budaya, sosial, ekonomi, pendidikan,
teknologi, hankam, bahkan
politik. Jihad di islam bisa di aspek mana
saja berarti bersungguh
-sungguh di bidang apa saja.
Seorang muslim yang menuju dirinya ke arah
ke-kaffah-an semestinya
memahami konsep al wala' wal bara'. Konsep
loyalitas dan kebencian.
Pada siapa seorang muslim menaruh
keberpihakan, kecintaan bahkan
pengorbanan. Tentu saja seorang muslim
musti loyal pada Allah, Rosul,
Agama dan ummat ini. Sedang Kebencian hanya
tuk yang melawan apa yang
didedikasikannya. Nasyid dari awal
boomingnya, menurut saya adalah
suatu anugerah Alloh. Suatu karya seni
islami yang bangkit seiring
dengan kesadaran umatnya tuk bangkit. Bukan
sembarang karya seni
karena ada ruh kesadaran tuk mencintai Alloh,
Rosul, agama dan umat
disana. Bukan sembarang karya seni, karena
sang seniman menunjukkan
integritas dan semangat yang konsisten
dipersembahkan karena Alloh,
Rosul, agama dan umat. Pilihan tuk
mendengarkan nasyid bukan sekedar
pilihan. Sebagai mana jihad maka bernasyid
dalam bentuk apapun adalah
suatu jihad sosial dan budaya. Sedangkan
kewajiban jihad tidak tuk
semua muslim. Tapi hemat saya hanya bagi
muslim yang mengaku dirinya
kaffah, atau menuju kaffah. Tidak ada beban
bagi muslim yang 'ammah
(awam) karena segala bentuk kewajiban yang
lalai baginya,
maf'u(dimaafkan) disisi Alloh insya Alloh.
Ada beberapa nasyid yang secara materi dan
teknologi kurang layak di
dengar. Bagi saya nasyid bukan sekedar
materi (kualitas pendengaran di
telinga) yang musti perfect. Tapi yang
lebih utama adalah kekuatan
spiritual dari syair-syair dan sedikit
motif loyalitas (ngefans).
Terbayang ratapan hubb(cinta) wa
khouf(takut) syair-syair sang seniman
pada sang Pencipta. Terbayang perjuangan
sang mujahid dakwah fi kulli
makan(di setiap bumi alloh) fi kulli zaman
(di setiap zaman) melawan
tirani dan ketidakadilan. Lelehan air mata,
inspirasi dan semangat
perjuangan adalah buah dan berkah berdakwah
melalui nasyid.
Berusaha untuk berpaling dari karya seni
biasa ke karya seni yang
islami seperti nasyid ibarat hijrah, fi
dzulumati ilan nuur (dari
kebutaan pada terang benderang). Setelah
sekian lama ruhani tidur
menuju ruhani rabbaniyyah (ketuhanan).
Tidak ada pilihan lain selain
berkorban tuk umat. Sepahit apapun produk
seorang muslim tapi karena
di buat oleh seorang muslim maka kecintaan
pada alloh dan Rosul
segala-galanya walaupun pahit. Walaupun
nasyid dari sisi teknologi
perlu dipoleslebih baik lagi, tapi
sebenarnya sisi ruhanilah yang
membuat nasyid itu indah.
Bagaimana jika sesekali kita mendengar
musik biasa? Menurut saya
pribadi hal ini tidak menyalahi aturan
syariat(mohon dikritisi)
kecuali kalau jiwa (kandungan lirik, judul,
warna) adalah menyekutukan
Alloh dan mengingkari Rosul, agama serta
umat ini. Bagi seorang muslim
yang kaffah atau mengaku dirinya kaffah,
permasalahan ini kembali pada
identitas dan loyalitasnya seperti halnya
pertanyaan bagaimana jika
kita membeli produk-produk selain umat
islam, atau perlukah kita
membuka rekening di bank-bank syariat yang
non riba. Semua itu
semata-mata karena jihad dan pengorbanan.
Tidak seberat perjuangan
jihad fisabilillah dalam arti sempit yaitu
jihad perang membela agama
Alloh yang mengorbankan harta dan nyawa.
Semoga Alloh memaafkan dosa2
saya karena telah lalai mengutamakan agama
dan umat ini.
Bagaimana dengan murottal? Tidak ada
hiburan yang paling utama bagi
seorang mukmin kecuali ayat2 suci Nya.
Tidak ada keraguan bahwa
berhibur dengan kalimat2 Nya yaitu Kalamulloh
adalah berpahala baik
memperindah bacaan maupun mendengar. Karena
sebaik baik diantara kita
adalah yang mempelajari Al Quran dan
mengajarkannya.
Semoga Alloh memberi kekuatan istiqomah
untuk senantiasa di jalan Nya.
Tuk pejuang2 nasyid yang setia di manapun
berada !!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar